Pena Bermata Dua (Nasehat Bagi Para Penulis)
Oleh: Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr
Semoga Allah memuliakan pena, sebagai makhluk pertama ciptaan-Nya(ulama berselisih tentang makhluk pertama yang Allah ciptakan menjadi dua: kelompok pertama menyatakan, makhluk pertama adalah pena. Kelompok kedua berpendapat makhluk pertama adalah Arsy), sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam-. Dan Allah telah bersumpah dengan pena karena kemuliaan yang dimilikinya dan kemuliaan dari tujuan diciptakannya. Allah berfirman:
Nūn, demi qolam (pena) dan apa yang mereka tulis. (QS. al-Qolam: 1)
Allah bersumpah dengan pena bahwa dakwah agama Islam bersandar kepada seseorang Nabi yang ma’shūm yang sempurna akal dan kekuatannya. Oleh sebab itu, Allah meneruskan ayat di atas dengan firman-Nya:
Berkat nikmat Rabb-mu, kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. (QS. al-Qolam: 2)
Sebab, gila merupakan penyakit yang dapat menghalangi diri dari menjalankan kewajiban agama dan menyampaikan dakwah, juga merupakan salah satu faktor penyebab melampaui batas.
Karena itu, siapa yang ada padanya penyakit gila, ia tidak boleh memegang pena atau menulis dengannya. Apa jadinya jika pena ini disandarkan kepada seorang gila yang ada di muka bumi ini? Sungguh tiada lain dia akan merusak umat. Sehingga kondisinya tak jauh berbeda dengan orang gila yang diberi bom atau senjata penghancur masa lainnya.
Allah ‘azza wa jalla juga menyebut pena pada beberapa tempat pada kitab-Nya yang mulia, seperti pada firman-Nya:
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqmân: 27)
Rasulullah n juga telah menjelaskan akan urgensi ilmu dan ketinggian kedudukannya dalam Islam. Kemudian, –selain Allah telah bersumpah dengan pena pada surat al-Qolam- sesuatu yang pertama kali mengetuk pendengaran Nabi n dari beberapa ayat al-Qur`an yang mulia adalah pengagungan terhadap kedudukan pena pada beberapa ayat pertama yang Allah turunkan kepada nabi-Nya n. Allah berfirman:
(Allah) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena (baca tulis). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-’Alaq: 4-5)
Maka itu, karena begitu pentingnya ilmu dan sarana-sarana untuk memperolehnya, Allah menjelaskan hal itu kepada kita pada sela-sela surat al-‘Alaq. Karena masyarakat Jahiliyah dahulu adalah umat yang Ummiy; tidak bisa baca tulis kecuali sedikit, dan ini merupakan penyakit terparah dalam sejarah perjalanan waktu.
Kemudian, tatkala bahan bacaan mudah terlupakan dan hilang, maka agama Islam mewajibkan agar bacaan itu dicatat dengan sarana tulisan, sedangkan pena adalah pena meskipun bentuk dan sarananya berubah-ubah dan berbeda-beda.
SEBUAH NASEHAT
Pena adalah amanah yang ada pada pundak orang yang membawanya, tidak sepatutnya ia menggoreskan pena itu melainkan untuk menulis risalah yang diturunkan kepada para Nabi dan pewaris mereka, yaitu ulama. Maka, salah dalam menggunakan pena seperti salah dalam memainkan senjata, keduanya sama-sama mengakibatkan rusaknya akal dan jiwa. Dan dalam kesempatan ini, seorang pujangga bersyair:
إِذَا اهْتَزَّ فِي طِرْسِهِ مُعْجَباً أَذَلَّ شُعُوْباً وَأَعْلَى شُعُوْباً
Andai ia menulis pada lembaran kertasnya dengan sombong
Maka ia dapat menghinakan suatu bangsa dan meninggikan yang lainnya
Oleh karenanya, wajib hukumnya bagi para penulis untuk bertakwa kepada Allah dengan goresan pena-pena mereka. Sebab ucapan adalah amanah yang dikalungkan pada ujung pena mereka, dan perkataan merupakan amanah yang melingkar di leher-leher mereka. Dan Allah akan menanyakan pertanggungjawaban mereka atas amanah tersebut, sebuah amanah yang enggan dipikul oleh langit-langit, bumi dan gunung-gunung, bahkan semuanya bergetar selama beberapa hari lantaran begitu beratnya amanah itu.
Tidak boleh bagi pada pemilik pena yang beriman kepada Allah sebagai Rabb, kepada Islam sebagai agama, dan kepada Muhammad n sebagai nabi dan rasul untuk melampaui batas dalam menggunakan pena, sehingga bisa berakibat menyimpang dari kebenaran, memihak kepada kebatilan dan kesesatan, menuduh orang lain, mengejek mereka, mengolok-olok mereka, berlaku masa bodoh dengan mereka dan memuji diri sendiri, atau pula memuji temannya namun sayangnya ia tidak memuji Rabb-nya.
Maka, pena diciptakan untuk mensucikan dan mengagungkan Allah, mengajak manusia kembali kepada-Nya, mengenalkan Allah kepada mereka sebagai sesembahan satu-satunya yang haq, bukan untuk mendekatkan diri kepada penghuni dunia, atau melariskan dagangan bid’ahnya, atau menuliskan pujian dusta, dan tidak pula untuk mendakwahkan manhaj-manhaj rusak dan hal-hal buruk lainnya.
Alangkah banyaknya pena yang harus dipatahkan, betapa banyak para penulis yang harus diberhentikan. Sebab mereka tidak cakap dalam menggunakan pena, mereka malah membuka lembaran-lembaran kebatilan, demi mendapatkan kesenangan jiwa dan kepuasan. Wallâhul Musta’ân.
dikutip oleh Abu Hanif al-Atsary (B-Joe)
sumber :
Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 47, hal. 52-54
http://majalahislami.com/
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar disini :