KARAKTERISTIK TUK MERAIH KEBAHAGIAAN ( Tafsir surat al-‘ashr )
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قال الله تعالى: ( والعصر(1) إنّ الإنسان لفي خسر(2) إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحقّ وتواصوا بالصبر(3)
Allah تعالى berfirman:
Demi Masa(1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian(2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran(3). (Qs. Al-Ash r: 1-3)
Sesungguhnya surat al-‘ashr merupakan surat yang agung. Dia adalah mukjizat, ringkas lafazhnya akan tetapi mengandung banyak makna. Mencakup sebab-sebab kebahagiaan, dan kemuliaan, serta memperingatkan akan sebab-sebab kesengsaraan. Kalau seandainya ada orang yang paling fasih sekalipun jika ingin menjelaskan sebab-sebab kebahagiaan dan sebab-sebab kesengsaraan niscaya akan membutuhkan berjilid-jilid buku untuk menjelaskannya, bahkan itupun masih belum bisa menjelaskan semuanya. Akan tetapi kalamullah tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang, dan tidak akan mampu baik jin ataupun manusia untuk membuat satu surat semisal dengannya.
Sesungguhnya surat ini pendek ayatnya akan tetapi mengandung banyak makna, didalamnya menghimpun kebaikan dunia dan akhirat. Barang siapa yang mengamalkannya maka dia akan sukses dan beruntung, dan barang siapa yang meninggalkannya dia akan merugi. Imam Asy-syafi’i رحمه الله berkata: “kalau seandainya Allah tidak menurunkan hujjah kecuali surat ini kepada hamba-hambanya, niscaya sudah cukup bagi mereka”. Dan surat al-‘ashr ini dibagi untuk hamba dan Rabbnya. Setengah pertama yaitu: Iman dan amal shaleh dimana ini untuk Allah dari hambanya, dan setengah yang kedua yaitu: Saling menasihati dalam kebenaran dan sabar diatasnya, ini antara hamba dan saudara-saudaranya. Allah membuka surat ini dengan sumpah, ini merupakan suatu bukti akan penting dan agungnya sesuatu yang dijadikan sumpah ataupun tidak, akan tetapi Allah bersumpah kapan saja Dia kehendaki, dan bagaimana Dia kehendaki, serta dengan apa saja yang Dia kehendaki. Allah telah bersumpah dengan الضحى ) ( waktu dhuha, (( الطور gunung sinai, ( النجم ) bintang. ( العاديات ) kuda perang yang berlari kencang, dan sumpah yang seperti itu banyak didalam al-qur’an.
v Bolehkah serang makhluk bersumpah dengan selain Allah?
Tentu tidak; berdasarkan keumuman dalil baik dari al-qur’an maupun as-sunnah yang memperingatkan dan melarang untuk bersumpah dengan selain Allah, sebagaimana yang terdapat dalam hadits bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ( من حلف بغير الله فقد أشرك ) “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah sungguh dia telah berbuat syirik”, sebagaimana dalam shahih al-jami’ no:(6204). Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه berkata: “seandainya aku bersumpah dengan nama Allah secara dusta lebih aku sukai dari pada bersumpah dengan selain Allah walaupun benar, karena barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh dia telah berbuat syirik”.
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa (العصر ) adalah masa atau zaman, ada yang mengatakan bahwasanya Allah bersumpah dengan masa karena terdapat ‘ibroh bagi orang yang memperhatikan, juga didalam masa itu Allah mengatur segala urusan dan menentukan takdir-takdir, serta memuliakan orang-orang yang taat kepadaNya, dan menghinakan orang-orang yang suka berbuat maksiat. (العصر ) merupakan zaman untuk memperoleh keuntungan dan amal shaleh bagi orang yang beriman, dan sebagai kesengsaraan bagi pelaku maksiat dan orang yang berpaling dari Allah.
Sebagian lain berpendapat: bahwasanya (العصر ) adalah waktu sholat asar. Pendapat lain mengatakan: maknanya adalah Rabb penguasa zaman.
Adapula yang berpendapat: (العصر ) adalah akhir waktu siang. Juga masih banyak pendapat-pendapat lainnya. Adapun yang paling dekat dengan kebenaran adalah pendapat yang pertama, karena masa adalah modal bagi manusia, dan waktu yang telah berlalu dari umurnya, dan tidak akan pernah kembali untuk selamanya.
Manusia berharap untuk bisa kembali kedunia, akan tetapi ini merupakan sesuatu yang mustahil… ( Dia berkata: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku kedunia (99) Agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak! sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja. dan dihadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.”(Qs. Al-Mu’minun : 99-100)
Al Masih عليه السلام berkata: Siang dan malam itu bagaikan lemari, maka lihatlah apa yang kau letakkan didalamnya. Dari Hasan Al-basri berkata: hari ini adalah tamu bagimu, dan dia akan pergi baik memuji atau mencelamu, adapun orang yang lalai adalah orang yang menyia-nyiakan umurnya tanpa ada manfaat dan amal shaleh.
Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:( كل الناس يغدو, فبائع نفسه, فمعتقها أو موبقها ) “Semua orang bekerja sampai ada yang menjual dirinya, sehingga dia menjadi merdeka atau malah celaka” ( H.R Muslim ).
Tugas seorang muslim adalah mempelajari al-qur’an dan ilmu yang bermanfaat, berziarah kemasjid al-haram dan masjid Nabawi, menunaikan ibadah umroh, menyambung silaturohim, mempelajari profesi yang terhormat, rekreasi dan permainan yang diperbolehkan. Serta berhati-hati dari siaran televisi dan internet (yang berbahaya) dan mengambil manfaat darinya.
v Siapakah yang dimaksud dengan (الإنسان) dalam surat ini?
Ada yang berpendapat: yang dimaksud adalah orang kafir, dengan alasan pengecualian orang-orang mukmin. Pendapat lain mengatakan: Itu adalah Abu Jahal. Pendapat lainnya: Itu adalah nama jenis (jenis manusia) dan inilah yang paling benar, karena semua manusia dalam keadaan merugi,kecuali orang-orang yang memiliki empat kriteria, yaitu: Iman, amal shaleh, saling menasihati dalam kebenaran dan mendakwahkannya, serta saling menasihati dalam kesabaran dan konsisten di atasnya. Empat kriteria inilah yang dihimpun dalam surat yang penuh barokah ini.
v Apa yang dimaksud dengan Iman?
Iman menurut bahasa adalah pembenaran yang mantap, Allah تعالى berfirman:”dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami”.(Qs.Yusuf : 17)
Sedangkan menurut ahlu sunnah waljamaah: Iman adalah pengucapan dengan lisan, dan pembenaran dengan hati serta pengamalan dengan perbuatan.
Ø إقرار باللسان : yaitu persaksian bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak untuk diibadahi secara benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, yang mencakup makna tiga macam tauhid;
§ Tauhid Rububiyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam hal perbuatanNya, seperti menciptakan, memberi rizki,
menghidupkan dan mematikan. Tauhid ini telah diyakini oleh kaum musyrikin zaman dahulu sebagaimana
dalam firman Allah تعالى : “ dan jika engkau bertanya kepada mereka ,siapakah yang menciptakan mereka,
niscaya mereka menjawab, Allah;”(Qs. Az-zukhruf : 87).
§ Tauhid Uluhiyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam ibadah para hambanya (mentauhidkan Allah dalam hal
Ibadah); seperti: menyembelih, nadzar, doa, istianah, inabah (kembali kepada Allah) dimana dalil-dalil yang
menjelaskan macam-macam ibadah ini banyak didalam al-qur’an dan as-sunnah.
§ Tauhid Asma dan sifat yaitu: menetapkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi diriNya, dan ditetapkan pula
oleh rasulNya Shalallahu ‘alaihi wasallam, berupa sifat-sifat yang sempurna dengan mensucikan dari
penyerupaan kepada makhluknya, dan meniadakan apa yang telah ditiadakan Allah bagi diriNya, dan
ditiadakan pula oleh rasulNya, sebagaimana firman Allah تعالى : “Tiada sesuatupun yang serupa dengan
Dia. Dan Dia maha mendengar, maha melihat”.(Qs.Asy-syura : 11).
Ø تصديق بالجنان : yaitu pembenaran dengan hati.
Ø عمل بالأركان : yaitu mengamalkan dengan perbuatan anggota tubuh, karena amal adalah satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dari keimanan, karena keimanan dapat bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan perbuatan maksiat, sebagaimana iman dan amal shaleh itu selalu digabungkan dalam al-qur’an. Allah تعالى berfiman: “dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka bertambah (kuat) imannya”.(Qs.Al-anfaal : 2). dan amal itu tidak akan menjadi sholeh kecuali jika amalan itu baik, dan tidak akan menjadi baik kecuali terpenuhi dua syarat:
1).Amalan itu ikhlas mengharap wajah Allah semata.
2).Amalan itu sesuai petunjuk Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam.
Dan ini sesuai dengan firman Allah تعالى : “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhannya”.(Qs. Al-kahf : 110). Maka seyogyanya bagi setiap muslim untuk selalu berusaha ittiba’ dan berhati-hati dari perbuatan bid’ah. Ittiba’ yaitu: dengan cara beramal sesuai dengan kitab dan sunnah dan apa-apa yang telah didahului oleh generasi terdahulu umat ini, baik dari segi keyakinan ataupun amal shaleh, serta mengikuti sebaik-baik generasi yang telah dipersaksikan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dengan kebaikan, sebagaimana sabdanya: ”sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudahnya, kemudian orang-orang yang sesudahnya”. Dan juga sabda Beliau: ”ikutilah oleh kalian sunnahku dan sunnahnya khulafa ar-rosyidin yang mendapatkan petunjuk sesudahku, pegang teguhlah sunnah itu dengan kuat, dan tinggalkanlah olehmu perkara-perkara baru dalam agama”…dst. Adapun perbuatan bid’ah yaitu: mendekatkan diri kepada Allah تعالى dengan amalan-amalan yang tidak dicontohkan oleh al-qur’an ataupun sunnah Rasulullah, dan juga tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat beliau, seperti kebanyakan bid’ah-bid’ah yang diada-adakan oleh manusia dizaman ini. Oleh karena itu Nabi عليه السلام bersabda: ”setiap perbuatan bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu akan masuk neraka”. Dan juga sabdanya: ”barang siapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada contohnya dariku maka akan tertolak”.
v Saling menasihati dalan kebenaran:
Kebenaran lawan dari kebatilan, setiap apa saja yang berasal dari Allah maka itu sesuatu yang haq, dan apa-apa yang menyelisihi syariatNya maka itu sesuatu yang batil, Allah تعالى berfirman: “dan katakanlah “kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap”.(Qs. Al-israa : 81).
Yang dimaksud saling menasihati dalam kebenaran adalah dakwah kepada Allah dan menyampaikan syariat-syariatNya serta beramar ma’ruf nahi mungkar, ini merupakan tugas umat islam, bukan umat-umat yang lainnya.
Allah تعالى berfirman: ”kamu umat islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah”.
(Qs.Ali Imran : 110).
Tanggung jawab dakwah pada umat-umat terdahulu tergantung pada para Nabinya, dan tatkala Allah
mengutus nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai penutup para nabi, yang mengharuskan kesinambungan
dakwah sesudahnya, karena tidak ada nabi setelahnya yang akan membawa tanggung jawab dakwah kepada
umatnya secara umum, maka kewjiban dakwah itu menjadi tanggung jawab para ulama dan umaro secara
khusus, sebagaimana firman Allah تعالى : “dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar”.(Qs. Ali Imran : 104)
juga firmanNya: “dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi kemedan perang,mengapa
sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apbila telah kembali,agar mereka menjaga dirinya”.(Qs.At-Taubah:122).
Saling menasihati itu butuh peran serta dan andil seluruh lapisan masyarakat, seorang ibu, atau guru
hendaknya menasihati anak dan muridnya, pemimpin menasihati rakyatnya, seorang wanita menasihati wanita-
wanita lainya, yang ‘alim menasihati yang awam, demikian juga satu dengan yang lainnya saling nasihat
menasihati dengan keimanan dan amal shaleh. Dan setiap individu menyeru kepada kebajikan serta beramar
ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan kemampuannya.
v Saling menasihati dalam kesabaran:
Dikarenakan jalan dakwah kepada Allah dan amar ma’ruf nahi mungkar merupakan jalan yang sulit dan
penuh rintangan, bukan jalan yang mudah yang berhiaskan bunga harum semerbak. Oleh karena itu wajib bagi
para dai untuk tetap bersabar dalam dakwahnya dan meneladani para nabi dan dai disetiap masa. Ali bin Abi
Thalib menghatakan: “sabar didalam agama seperti kepala pada tubuh kita”. Imam Ahmad berkata: “kami
mendapatkan baiknya urusan kita dengan bersabar”. Bahkan para nabipun ditimpa berbagai macam
ujian, siksaan, bencana dan pengusiran dari kaumnya,diawali nabi Nuh عليه السلام dan diakhiri nabi
Muhammad صلى الله عليه وسلم , dan Allah menetapkan hati Mereka sebagaimana firmannya: “maka bersabarlah
engkau Muhammad sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati”.(Qs. Al-ahqaf : 35).
Allah contohkan kepada kita perumpamaan yang tinggi dalam kesabaran dan keteguhan hati mereka diatas
kebenaran, dan dalam menaggung beban berat dijalan Allah dalam rangka mengharapkan ridhoNya, agar
seruan Allah itu menjadi tinggi dan seruan orang-orang kafir itu menjadi rendah, yang mana Allah تعالى سبحانه و
telah menjelaskan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam firmanNya: “hanya orang-orang yang sabarlah
yang disempurnakan pahalanya tanpa batas”.(Qs. Az-zumar : 10).
Para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menanggung berbagai macam penderitaan dengan penuh
Kesasbaran, dalam rangka menyebarluaskan dakwah islamiyah, seperti; khobab, bilal, abu dzar, yasir,
sumayyah, dan yang lainnya. Sejarah salaf as-sholih penuh dengan pengorbanan dan kesabaran diatas dakwah,
kalaulah bukan karena kesabaran dan kegigihan perjuangan mereka, tidak akan tegak agama Allah dimuka
bumi ini, kita hanyalah satu kebaikan dari kebaikan-kebaikan perjuangan mereka, oleh karena itu hendaknya
para dai dizaman ini untuk tetap menjadikan sabar dan teguh diatas dakwah sebagai mottonya, karena
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat, dan kesudahan yang baik hanya bagi orang-orang yang bertaqwa,
segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
Oleh: Syekh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr
Penerjemah: Abu Ahmad Fuad Hamzah Baraba’,Lc
dikutip oleh Abu Hanif al-Atsary
SUMBER: Majalah OMMATY dzul qo’dah 1428H / November 2007M
http://stai-ali.ac.id/
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar disini :